![]() |
Ilustrasi. |
Terkait seorang anak berinisial BK di Kecamatan Nainggolan, Kabupaten Samosir yang diberhentikan dari SD 2 Nainggolan karena diduga mengidap HIV/AIDS, mendapat kecaman keras dari Komite AIDS HKBP.
Bersimpati terhadap pendidikan anak tersebut yang hingga saat ini belum terselesaikan, Komite AIDS HKBP pun melakukan audiensi dengan Wakil Bupati Samosir yang dihadiri Kepala Dinas Pendidikan, Kadis Kesehatan, Kadis Sosial, Direktur RSU Hadrianus Sinaga dan Kabid P2P Dinkes, Kabid Perlindungan Anak Dinas PPAMD, Kabid Perlindungan Perempuan dan Ketua Komite SDN 2, 15 Oktober 2018.
Saat audiensi, Sekretaris Eksekutif Komite AIDS HKBP, Berlina Sibagariang mengatakan di Samosir juga ADHA lain yang tinggal bersama dengan keluarga dan anak-anak yang lain. Kini ada sekitar 80 ODHA berasal dari Samosir yang dilayani Komite AIDS HKBP.
“Anak harus dilindungi oleh pemerintah masyarakat dan yang intinya, ini tertuang dalam UU RI No. 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Ada beberapa pasal yang mengatur hak-hak anak,” ujarnya.
Ka. Biro Hukum HKBP, Pdt. Betty Sihombing, mengatakan ingin menangis dan miris hati melihat kondisi anak yang demikian. Pemerintah supaya bertanggungjawab terhadap pendidikan anak tersebut.
"Kenapa sebagai pemimpin tidak memperhatikan keadaan anak. Jangan mengabaikan anak-anak. Terbukalah hati untuk menerima keberadaan mereka," katanya.
Di lain sisi, Direktur Medan Plus, Erwin menjelaskan, pihaknya tetap memperjuangkan hak pendidikan dan tempat tinggal yang ada di Nainggolan dibawah asuhan HKBP Balige.
"Kita tetap berupaya untuk memecahkan masalah ini. Anak dengan HIV di Nainggolan tidak seperti layaknya anak-anak rasakan di kehidupannya. Mereka juga memiliki hak pendidikan, tempat tinggal di Indonesia," terangnya.
Lanjutnya, kita tetap memperjuangkan agar anak-anak tetap mendapatkan hak pendidikan dan tempat tinggal melalui mediasi dengan berbagai pihak.
![]() |
Komite AIDS HKBP saat beraudiensi ke Pemkab Samosir. |
Sementara itu, Wakil Bupati Samosir, Juang Sinaga mengatakan ini memang sudah cerita lama dan sudah pernah dibicarakan tentang ini, tetapi coba ditentukan langkah-langkah HKBP ke depan. Karena itu, HKBP punya misi sosial jangan tertutup. Jangan lagi cara-cara seperti ini.
“Jangan lagi bocor seperti ini. Belajarlah dari pengalaman. Kesimpulannya pemerintah sangat sayang. Perlu dilindungi, perlu dibuat sejahtera, tetapi masyarakat juga punya hak menjamin dirinya untuk sehat. Orang yang ditolong, si penolong jangan menolong,” kata Juang.
Dikatakannya, perawat disitu juga mempunyai alasan untuk tidak ditolong. Mereka sudah punya cara untuk tidak ditolong nantinya. Jangan saling menuding dan jangan saling emosi.
“Ini cerita cinta. Tapi jangan ada cerita benci. Gereja memiliki niat tulus dan gereja juga harus tahu bahwa masyarakat juga mencintai anak-anaknya,” ujarnya.
Kadis Pendidikan Kabupaten Samosir, Drs. Rikardo Hutajulu MPd mengatakan pada tanggal 27 Juli 2018 sudah memfasilitasi pertemuan antara Kepala Sekolah SDN 2 di Nainggolan dengan Komite Aids HKBP, dengan penegasan bahwa anak-anak sudah masuk dalam formulir dan diterima di sekolah yang dituju, walau kemudian anak hanya
diperbolehkan satu hari bersekolah.
“Karena apa hanya satu hari? Karena ternyata begitu masyarakat Nainggolan mengetahui status anak yang adalah ADHA menyatakan keberatan dan menolak anak tersebut melanjutkan sekolahnya,” katanya.
Dikarenakan sekolah takut kehilangan murid yang jumlahnya ratusan dan takut sekolah jadi kosong nantinya, maka lebih baiklah yang segelintir itu ditolak.
Karenanya, mengacu kepada Undang undang NKRI 1945 yang mengatakan semua orang berhak mendapat pendidikan, maka tanpa mengabaikan pendidikan anak tersebut, Kadis Pendidikan menawarkan paket pendidikan home schooling dengan mendapat ijazah sama dengan siswa yang lainnya.
Sebelumnya diberitakan beberapa media di kabupaten Samosir bahwa setelah usai mengikuti pendidikan PAUD, seorang anak bernama BK ingin melanjutkan sekolahnya ke Sekolah Dasar Negeri 2 Nainggolan, ketika pendaftaran anak sekolah pada bulan Juli 2018 lalu.
Awalnya BK (5 tahun) seorang penderita HIV, sempat diterima dan mengikuti pendidikan di sekolah itu selama 1 hari, namun terpaksa harus berhenti karena para orang tua murid lainnya bersama sekolah dengan BK menolak anak tersebut dengan alasan takut murid yang lain juga terkena infeksi HIV /AIDS.
Hal itu dibenarkan oleh Kadis Pendidikan Kabupaten Samosir, Rikardo Hutajulu ketika dikonfirmasi pada Jumat, (5/10/3018).
“Pihak sekolah sebenarnya menerima anak itu mendaftar di SDN 2 Nainggolan, bahkan sempat sekolah. Namun para orangtua keberatan dan menyerbu kepala sekolah untuk mendesak si anak tersebut dikeluarkan dari sekolah tersebut,” ujar Rikardo Hutajulu.
Pihak Dinas Pendidikan Samosir bahkan sempat mengajak dinas kesehatan untuk melakukan mediasi dan menjelaskan kepada warga bahwa virus HIV /AIDS hanya menular melalui transfusi darah, jarum suntik serta hubungan seksual.
“Walaupun kami telah melakukan mediasi tersebut, namun warga dan orangtua tetap menolak anak tersebut bersekolah di tempat itu,” tambah Rikardo.
Sebelumnya, BK adalah pasien dan tinggal di RS. HKBP Nainggolan bersama 5 pasien lain yang juga penderita HIV /AIDS. Dan di rumah sakit ini BK tidak didampingi orangtuanya dan hanya didampingi perawat dan tim peduli anak penderita HIV/AIDS.
SUARA TOBA/SBS.