Masihkah Indonesia Menganut Sistem Ekonomi Pancasila? -->

Masihkah Indonesia Menganut Sistem Ekonomi Pancasila?

Suriono Brandoi
Sabtu, 30 Maret 2019
Oleh: Suriono Brandoi Siringoringo, SE
Berbicara mengenai sistem ekonomi Indonesia, sudah sedari awal sekolah kita diajarkan bahwa Indonesia tidak menganut sistem ekonomi liberalisme maupun etatisme.

Sistem ekonomi yang dianut Indonesia adalah sistem ekonomi Pancasila yang berasas kerakyatan. Namun, dalam praktek, kapitalisme atau mungkin bisa disebut dengan neo liberalism lah yang banyak bermain.

Ekonomi Pancasila
Bicara Ekonomi Pancasila rasanya menjadi "anomi" saat ini, anda seperti tampil dengan kaos oblong di tengah hiruk-pikuk pesta dengan pakaian gemerlap.

Terminologi ini menjadi kurang populer sebab tidak lagi senapas dengan arus utama (mainstream) pemikiran ekonomi nasional saat ini yang secara telanjang menganut paham liberal.

Secara teori, Ekonomi Pancasila didefinisikan sebagai sistem ekonomi yang dijiwai ideologi Pancasila, merupakan usaha bersama yang berasaskan kekeluargaan dan kegotong royongan nasional.

Sistem ekonomi ini memiliki lima ciri utama, yaitu roda perekonomian digerakkan oleh rangsangan ekonomi, sosial dan moral, kehendak kuat dari seluruh masyarakat ke arah keadaan kemerataan sosial (egalitarianisme), sesuai asas-asas kemanusiaan.

Prioritas kebijakan ekonomi adalah penciptaan perekonomian nasional yang tangguh yang berarti nasionalisme menjiwai tiap kebijakan ekonomi, koperasi merupakan saka guru perekonomian dan merupakan bentuk paling konkret dari usaha bersama.

Sistem Ekonomi Pancasila merupakan sistem ekonomi campuran. Namun dalam sistem ekonomi tersebut mengandung ciri-ciri positif dari kedua sistem ekstrim yang dikenal yaitu kapitalis-liberalis dan sosialis-komunis (Mubyarto, 1980).

Peranan unsur agama sangat kuat dalam konsep Ekonomi Pancasila. Karena unsur moral menjadi salah satu pembimbing utama pemikiran dan kegiatan ekonomi.

Jika dalam ekonomi Smith unsur moralitasnya adalah kebebasan (liberalisme) dan ekonomi Marx adalah diktator mayoritas (oleh kaum proletar) maka moralitas Ekonomi Pancasila mencakup ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan sosial.

Terlepas sistem apa yang kita anut, sebenarnya apa yang terjadi pada sistem perekonomian kita saat ini telah disoroti banyak kalangan, selain liberalisasi yang kebablasan, secara fundamental arahnya telah jauh melenceng dari napas Pancasila dan UUD 45. 

Pembangunan ekonomi berbasis ideologi Pancasila pun menjadi isapan jempol di tengah arus "pragmatisme-oportunisme" yang dipraktikkan oleh negara dan segenap perangkatnya.

Cara berpikir seperti ini bahkan merasuk sangat jauh pada tatanan ekonomi-politik kita. Lihat saja, meskipun ideologi sebuah partai dibahas siang-malam dalam kongres, namun tidak pernah aktual.

Partai dengan ideologi yang sama tidak bisa hidup berdampingan, sebaliknya mereka justru berkoalisi dengan ideologi berbeda. Ya, kita sudah terbiasa ber-ideologi tanpa ideologi, yang penting kepentingan!

Kondisi di atas sebenarnya bukan hal baru bagi tatanan bernegara sebuah bangsa. Di dunia ketiga di mana masyarakatnya kurang "terdidik" dan hidup di bawah garis kemiskinan, daripada berdebat persoalan ideologi, mereka hanya butuh makan untuk menyambung napas esok.

Wajar jika penguasanya tidak tertarik pada basis pembangunannya, mereka hanya ingin kekuasaannya bertahan sehingga akumulasi materi bisa ditumpuk. Kasus negara-negara di Afrika jelas merefleksikan kondisi ini.

Di negara-negara yang kita kenal sebagai dedengkot komunisme pun kini tidak tahan dengan rayuan pragmatisme yang menyerbu layaknya air bah. Gelombang informasi tidak hanya membawa keterbukaan tetapi juga "nafsu baru" untuk memiliki segala sesuatu secara instan.

Wajar jika di Rusia dan Cina, ideologi ekonomi lebih merupakan pajangan daripada substansi. Ideologi mereka sekarang menjadi label, papan nama atau sejenisnya, tidak serta-merta merefleksikan perilaku mereka.

Ideologi ekonomi komunis yang dianut justru dalam praktiknya menjadi sangat liberal, situasi ini mirip dengan pendemo di tanah air yang dengan lantang menyuarakan anti kapitalisme, neo-kapitalisme dan sejenisnya, tapi setelah lelah berorasi mereka mencari pedagang asongan dan berkata: "Bang Coca-Colanya dua ya" sambil berteduh di bawah pohon.

Unsur Moral dan Sosial
Melihat penerapan ekonomi Pancasila kita yang masih amburadul, sistem ekonomi Pancasila yang katanya kita anut ternyata tidak kita terapkan dengan semestinya. Bahkan masih jauh dari konsep awalnya. Ia hanya sebatas simbolisme formal dalam setiap seremoni kenegaraan.

Berkaca pada kondisi masyarakat Indonesia sekarang, serta mengintip sejarah sistem perekonomian kita sejak merdeka hingga sekarang, sudah seharusnya kita mengevaluasi diri, sebenarnya kita menganut sistem ekonomi yang mana?

Bagaimana dengan sistem ekonomi Pancasila? Akankah hal tersebut hanya sebuah konsep yang masih diawang-awang? Lalu, mau dibawa kemana Indonesia, jika asas dasarnya saja tidak dipakai dengan baik?

Konsep ekonomi Pancasila yang sejak awal digariskan oleh Profesor Mubyarto, unsur moral dan sosial merupakan unsur yang banyak bermain di dalamnya. Dengan memperhatikan nilai-nilai tersebut, budaya korupsi tak akan mengakar, dan orang kaya pun tetap akan melirik rakyat miskin.

Sudah selayaknya konsep bagus dari Profesor Mubyarto ini tidaklah kita abaikan begitu saja menjadi sebuah catatan. Jika kita memang menganut sistem ekonomi Pancasila, sudah seharusnya filosofi dalam sistem tersebut kita terapkan. Namun, jika kita memang tidak menganut sistem ekonomi Pancasila, lantas kita menganut sistem ekonomi yang mana?

SUARA TOBA.