Di penghujung senja yang rapuh, ku berangkatkan cemas menyusuri koridor-koridor waktu. Seuntai senyum tak lagi dapat ku sunggingkan walau dalam hitungan detik.
Seribu tanya ku tebarkan di langit menjemput malam yang kelam. Aku menunggu di sela keyakinan dan mimpi akan hari-hari yang tenang sesenyap angin tanpa peluh keringat mencucur di tubuh dan tanpa perlu diperbudak oleh resah.
Aku tetap terjaga hingga batas pagi buta lantas menatap langit dengan mata merah. Ingin ku gengam bumi dengan seluruh isinya.
Namun sekarang atau besok ku rasa sama saja. Aku masih tetap terkurung diantara jutaan ilusi.
Percuma aku berontak menjerit di bilik malam karena hari-hariku adalah senandung tarian luka akan derita yang selalu menyelimuti hati yang kelam.
Dan aku benci saat lorong waktu mulai beranjak menghadirkan mentari yang keluar dari peraduannya dengan sinar kemerah-merahan.
Karena esok pagi ketika ku buka mata, ku jumpai lagi duniaku yang penuh kemunafikan.
SUARA TOBA.