Kritik -->

Kritik

Suriono Brandoi
Kamis, 24 Oktober 2019
Ilustrasi.(Gri.or.id).
Oleh: Suriono Brandoi Siringoringo
Bila bertanya pentingkah sebuah kritik Sebagian dari kita pasti akan menjawab kritik itu penting, tak perduli jawaban itu sebenarnya melawan hati atau tidak.

Kalau berkata terlalu jujur, oh, takutnya dicap sebagai orang berhati kecil yang tak bisa menerima kritik. Sebenarnya tak perlu memusingkan kritik itu penting atau tidak. Lebih penting adalah kemauan memperdalam ilmu serta aksi nyata untuk menciptakan karya.

Sama halnya dalam sebuah postingan terkait seorang pemimpin, mendapat pujian dari masyarakat, itulah hal yang biasa kita jumpai di media sosial. Tetapi terkadang tidak sedikit juga masyarakat lainnya memberikan kritikan yang pedas kepada tulisan yang diposting tersebut.

Jika kritikannya itu tujuannya demi kebaikan. Tidak terlalu masalah. Tetapi kita tidak bisa memungkiri ada juga yang sengaja memberi kritikan demi menjatuhkan mental si pemimpin tersebut. Yang kata lainnya bisa dibilang sang kritikus tersebut ingin membunuh karakter si pemimpin.

Dalam hal ini, kritik yang membangun tidak lepas dari solusi. Tentunya sebelum terjadinya suatu kritik pertama-tama yang dilihat adalah dari sisi kesalahan dan kelemahan-kelemahan yang seharusnya dibenahi. Sehingga seseorang yang bisa menyalahkan orang lain tentu mengetahui mana yang lebih benar menurut versinya.

Maka sama halnya dalam hal memberi komentar/kritik pada sebuah tulisan yang diposting. Yang dicari dari sebuah kritik bukanlah kesalahan, namun suatu kebenaran dari kesalahan-kesalahan yang ada.

Jika memang yang mengkritik itu memberi kritik demi mencari kebenaran, maka di balik semua itu kritik merupakan obat penyembuh kesalahan atau kekeliruan. Sebab manusia adalah tempatnya salah dan lupa. Setinggi apapun pangkatnya, selama masih sebagai manusia pasti pernah melakukan kesalahan.

Tetapi sering kali kita menemukan kritik yang diberikan justru menyebabkan terjadinya adu argumentasi. Melelahkan tentunya dan buang-buang waktu saja.

Jika kita jujur, pada dasarnya semua kritikan ada efek buruknya, sekalipun dengan tujuan baik dan mungkin bermanfaat. Cobalah bayangkan, ketika seseorang terus-menerus menerima kritik, sementara fondasi kemauannya kurang kuat.

Bukannya maju, tapi justru putus asa dan niat untuk terus berkarya pun turut dihentikan! Tanpa kemauan, seberapa bermanfaat pun sebuah kritik tetap saja bohong.

Lantas apa yang harus dilalukan jika si pengkritik memberi kritikan yang tidak jelas dan persoalan yang jadi bahan kritikan dianggap tidak pantas untuk dikritik karena tidak benar adanya?

Atau si pengkritik itu sengaja untuk menjatuhkan atau sengaja mempermalukan dengan kritikan yang dianggap sepertinya mengungkap kesalahan yang bukan hal prinsip, namun sengaja dibesar-besarkan?

Untuk itu perlu diingat, kita harus memfilter segala kritik yang datang kepada secara cermat. Karena beberapa kritik sebenarnya adalah kedok dari aksi menjatuhkan atau mengangkat derajat si pemberi kritik itu.

Kita hanya perlu menggunakan dua opsi; menerima bila benar, dan mengabaikan bila tidak benar. Kita tak perlu membantah, jika tak ingin dianggap orang berhati kecil yang tak bisa menerima kritik.

Fokus saja dengan terus berkarya. Tak perlu terlalu memusingkan penilaian orang lain yang kemungkinan berbeda-beda satu sama lain. Karena Seorang pemimpin harus bisa menerima kritikan.

Sepedas apapun kritikan itu harus diterima. Semakin pedas dan semakin pahit maka akan semakin baik. Kalau pemimpin manja dan cengeng baru dibilang sedikit sudah keder, maka ia akan selesai.

Untuk itu jika ingin menjadi pemimpin maka ibarat seperti berteman. Ketika ingin wangi, bertemannya dengan tukang parfum, ketika ingin bau berteman dengan tukang parit, dan ketika ingin menjadi pemimpin handal bertemannya dengan pemikir-pemikir handal.

SUARA TOBA.