Kurangkai Edelweiss dan Mawar Merah Untukmu -->

Kurangkai Edelweiss dan Mawar Merah Untukmu

Suriono Brandoi
Sabtu, 19 Oktober 2019
Bunga Edelweiss.(Wikimedia commons)
Karya: Suriono Brandoi Siringoringo
Pagi ini, matahari tampak enggan menghiasi langit Kota Medan. Walaupun begitu, aku tetap bersemangat untuk bangun cepat. Aku tidak sabar dan tak ingin ketinggalan acara.

Yups, hari ini delapan november adalah hari bersejarah dalam hidup gadis idaman hatiku, Erna Saulina Sianipar diwisuda. Sebuah fase penting telah ia gapai, yakni 4 tahun sudah menempuh pendidikan di perguruan tinggi.

Hari ini gadis yang mempesonaku di wisuda. Gadis yang walau aku hanya dapat melihat matanya, namun kutemukan sebentuk keanggunan yang sukar kubahasakan dengan kata-kata.

Matanya yang kecokelatan, seperti memantik kekaguman dalam hatiku. Sungguh, gadis ini telah membuatku jatuh cinta.

Ingin rasanya kukatakan padanya betapa rasa kagum telah memenuhi rongga dadaku, melabuhkan debar rasa yang terkanvas dalam jiwaku. Nama yang memenuhi setiap inci hatiku. Rasanya tak ada nama yang seindah namanya.

Kau tahu, Er? Sekitar pukul delapan pagi aku telah datang ke tempat acara wisudamu. Aku duduk di luar sabuga, membawa setangkai bunga. Kau tahu, jika bisa, bunga apa yang ingin aku bawa?

Jawabnya adalah setangkai edelweiss. Tapi sudah mendapatkannya, jadi aku bawakan mawar merah untukmu. Kau tahu apa simbolisasi dan makna bunga mawar merah yang akan kuberikan kepadamu itu?

Kau tentu paham bahwa aku tak pernah punya nyali mengungkapkan perasaan ini lewat kata-kata. Aku tidak pernah berani menatapmu dari dekat, aku malu.

Karena bunga bagaikan bahasa hati, kadang bunga bisa menyampaikan sesuatu hal lebih baik dibandingkan kata-kata. Bunga mawar merah juga dikenal sebagai lambang rasa cinta dan sayang yang sangat mendalam.

Sedalam lautan setinggi langit di angkara. Itu sebabnya aku memilih mengungkapkan perasaanku lewat bunga mawar merah ini, semoga kau bisa mengerti.

Edelweiss? Tak gampang membawa kembang yang populer namun jarang dilihat orang tersebut. Bunga itu hanya mau muncu dan mekar di mana edelweiss suka.

Itu pun harus pergi mendaki gunung. Aku pernah mau memetikkan sekeranjang untukmu tapi karena pendakian telalu jauh dan panjang serta melelahkan, cuma kutangkup bunga abadi tersebut.

Selepas acara seremonial pelepasan para alumni. Aku lihat kau sedang asyik bersenda gurau dengan teman-temanmu sembari menunggu giliran berfoto di papan wisuda. Aku memberanikan diri menemuimu untuk mengucapkan selamat dan memberikan bunga ini.

Rasanya, ini lebih berat daripada ujian sidang skripsi kampus beberapa tahun yang lalu. Akhirnya sampai juga dan kau menatapku.

Lalu dengan gugup yang dihaluskan, aku mengucapkan selamat kepadamu dan menyerahkan setangkai bunga mawar merah ini untukmu.

Oh iya, jangan dibuang ya bungannya, di dalamnya ada cintaku yang sedemikian rupa sehingga tak terlihat olehmu.

Namun karena rasa malu yang telah lebih dulu memelukku, maka dengan berusaha tersenyum kepada ayah dan ibumu, kemudian aku pamit mundur.

Tololnya aku kenapa tidak memperkenalkan diri sekalian. Tapi kembali ke tempatmu tadi akan sangat berat untukku.

Oh ya, aku minta maaf. Aku bawa kamera, dengan lensa tele pula. Mungkin ini momen terakhir untukku, sehingga diam-diam aku mengambil fotomu dari jarak yang jauh.

Mungkin jika kau tahu, kau akan marah. Tapi aku yakin kau tidak tahu karena disini terlalu ramai.

Lagi-lagi aku duduk berpura-pura memfoto suasana wisuda, padahal aku mencuri-curi fotomu. Kini kau menjauh dan keluar dari kerumunan, aku berusaha mengikutimu.

Tapi kau hilang di sela-sela keramaian. Aku merasakan kehilangan, aku mulai takut kehilanganmu. Barangkali kau tak lagi di kota ini setelah ini.

Aku duduk kembali, entah menyesal entah bersedih sambil memegang kamera yang penuh fotomu. Tak terasa air mata pun mengalir, kubiarkan rasa sedih ini terus menari dalam batin yang perih ini.

Di antara peluh ini, di antara resah ini, hatiku kini penuh dengan pikiran tentangmu, senyum indahmu yang terlukis indah dalam benakku.

Kenang-kenangan denganmu mulai terbentuk samar-samar adanya. Entahlah, sepertinya sulit menafsirkan segala gejolak dalam batinku. Namun, sungguh tak dapat kutahan gelagak asa yang membuncah dalam dada.

Sebab pesonanya telah menitah muasal hati untuk menghambur benih-benih cinta dalam remah-remah hati. Pesonanya telah mencipta rindu dalam senarai sanubari.

Erna, jenguklah ke dalam hatiku, maka akan engkau temukan seribu bait puisi, yang mengisahkan segala tentangmu. Tentang matamu yang menciptakan pelangi dengan tujuh warna keabadian.

Tentang bibirmu yang menghadirkan kelopak mawar dengan keharuman peneduh batin. Hingga tentang shalawat daun dengan rerimbun doa-doa. Pada pepohon firman kasihNya; atas nama kita!

Er, bilapun nanti kau akan pergi tanpa mau peduli bahwa asa ini begitu terasa dan ingin tetap terjaga. Satu pintaku, ingatlah aku selalu, jangan lupakan aku selamanya.

Bawalah aku dalam angan-anganmu dan mimpi indahmu yang selalu ada. Dan semoga kau juga mengerti bahwa setangkai bunga mawar merah yang kuberikan kepadamu adalah ungkapan cintaku yang tulus padamu.

Sungguh, berharap aku kita dapat menyatu; walau kutahu kini kita kan terpisah. Namun, dalam yakinku; engkau adalah kehidupanku, dan aku adalah cinta sejatimu. Maka biarlah Tuhan yang menentukan takdir jodohmu pun aku!

Diterbitkan Di Harian SIB, Minggu, 09 November 2014. https://hariansib.com/Sinar-Remaja/Kurangkai-Edelweiss-dan-Mawar-Merah-Untukmu

SUARA TOBA.