![]() |
Ilustrasi. (Antimedia.id) |
Oleh: Suriono Brandoi Siringoringo, SE
"Kau siapa?” tanyaku kepada lelaki berjubah putih, yang datang ke dalam lelap tidurku.
Ia tersenyum. Lalu berkata, "Sebutkan seribu nama, atau beberapa nama sesukamu. Tapi semua itu pentingkah?”
“Tapi aku tak mengenalmu. Aku ingin tahu dengan siapa aku bicara!” lanjutku.
“Jika kau berdoa, kau kenalkah dengan sang tujuan doamu?”
“Tidak! Tapi semua orang mengatakan kita berdoa kepada Tuhan!”
“Mengapa Tuhan harus disembah?”
“Karena hanya padanya semua kehormatan harus diberikan!”
"Cuma karena kehormatan?”
"Karena Ia sumber kebaikan!”
“Apakah aku jahat padamu cuma karena aku tak mau menyebut namaku?”
“Itu tak ada hubungannya dengan Tuhan!”
“Jika pada setiap suku, Tuhan punya satu nama, dan pada setiap ciptaan Tuhan punya satu identitas. Kalau pada setiap jagat kehidupan, pada segala jagat raya Tuhan punya tanda dan eksistensi, apakah Tuhan harus menyebutnya kepadamu semua namanya, semua identitasnya, semua tanda eksistensinya?”
"Jadi kau Tuhan?” tanyaku.
“Tuhan dikenal dalam kebaikan!”
Ketika aku mau bertanya lagi, lelaki itu meledak seperti mercon dan lenyap.
SUARA TOBA.