Ketidaktransparanan Pemda Dalam Informasi APBD -->

Ketidaktransparanan Pemda Dalam Informasi APBD

Suriono Brandoi
Kamis, 19 Juli 2018
Oleh Suriono Brandoi Siringoringo, SE

MENURUT data yang dirilis Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) terhadap 131 kanal resmi pemerintah sepanjang tahun 2012, keterbukaan informasi anggaran pemerintah daerah masih sangat rendah. Hal ini sangat ironis, karena APBD adalah peraturan daerah yang wajib disosialisasikan.

Hasil penelusuran FITRA menemukan enam kesimpulan. Pertama, secara keseluruhan praktik pemerintah daerah membuka informasi anggaran sangat rendah. Skor rerata indeks keterbukaan informasi anggaran publik hanya 14,1 dari skor ideal 100.

Kedua, rendahnya skor tersebut menunjukkan rendahnya kepatuhan pemerintah daerah melaksanakan Instruksi Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Tahun 2012, yang mengharuskan daerah untuk menyediakan/menerbitkan informasi anggaran publik.

Ketiga, praktik keterbukaan informasi anggaran publik di daerah perkotaan relatif lebih baik dibandingkan dengan kabupaten. Rerata daerah perkotaan 20,65 sementara daerah kabupaten 13,09. Kemudian, sepuluh kota dengan skor tertinggi dalam indeks keterbukaan informasi anggaran publik adalah Semarang, Pontianak, Salatiga, Banda Aceh, Surakarta, Sabang, Madina, Pekalongan, Singkawang, dan Binjai.

Berikutnya, sepuluh kabupaten dengan skor tertinggi dalam indeks keterbukaan informasi anggaran publik terdiri dari Kebumen, Jepara, Nagan Raya, Kudus, Labuhan Batu, Purworejo, Sikka, Magelang, Cilacap, dan Pemalang.

Terakhir, kabupaten/kota dengan skor tertinggi masih belum menjadi yang terbaik dalam praktik keterbukaan informasi anggaran publik. Masih jauh dari skor ideal dalam studi. \"Temuan tersebut menunjukkan, belum ada integritas pemerintah daerah untuk membuka informasi anggaran publik,\" kata Maulana, Sekretaris Nasional Fitra, Jumat (6/12).

Ketidaktransparanan
APBD atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah. APBD merupakan dokumen perencanaan pembangunan yang paling kongkrit yang menunjukkan prioritas dan arah kebijakan pemerintah daerah dalam satu tahun anggaran.

Pada hakikatnya APBD dapat dikatakan sebagai anggaran untuk sektor publik yang merupakan alat untuk mencapai tujuan dalam rangka memberikan pelayanan kepada publik dan orientasinya tidak lain adalah menuju ke arah terciptanya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan daerah, anggaran untuk sektor publik ini pengelolaannya dimandatkan kepada pemerintah daerah oleh publik.

Melihat hakikat tersebut, maka secara otomatis sebenarnya publik berhak tahu pelaksanaan APBD. Bahkan tidak hanya berhak tahu, tetapi pada saat proses penyusunan APBD publik wajib untuk berpartisipasi aktif, karena dokumen itu hasil kompromi eksekutif dan legislatif sebagai pedoman penerimaan, belanja dan pembiayaan negara/daerah dalam satu tahun.

Publik berhak tahu pajak dan retribusi yang dibayarkan selama ini berapa kumulatifnya dan kemana harus dibelanjakan. Publik berhak tahu sebagai bentuk check and balances karena setiap tahun diadakan musrembang atau jaring aspirasi yang katanya akan mengakomodasi kebutuhan riil masyarakat dalam APBD. Untuk itulah publik berhak tahu, karena dokumen itu berdampak langsung pada keberlangsungan kehidupannya.

Namun melihat temuan Fitra tentang ketidaktransparanan pemerintah daerah dalam informasi anggaran publik membuktikan kebanyakan pemerintah daerah tidak mengindahkan instruksi Kemendagri.

Berdasarkan Instruksi Kemendagri 2012 tentang Peningkatan Transparansi Pengelolaan Anggaran Daerah, pemerintah daerah diharuskan menyediakan satu kanal atau menu khusus Transparansi Pengelolaan Anggaran yang di dalamnya mesti mempublikasikan 12 dokumen anggaran, yakni, ringkasan Rencana Kerja Perangkat Daerah (RKA) Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), ringkasan RKA PPKD, Rancangan Perda APBD, Rancangan Perda Perubahan APBD, ringkasan DPA SKPD, ringkasan DPA PPKD, Laporan Realisasi Anggaran (LRA) seluruh SKPD, LRA PPKD, LKPD (audit), dan Opini BPK-RI atas LKPD.

Selain 12 dokumen anggaran tersebut, pemda sebagai badan publik juga diharuskan mempublikasikan informasi pengadaan barang dan jasa, informasi profil yang di antaranya terdiri dari informasi alamat kantor pemda serta struktur organisasi dan informasi terkait dengan sistem pelayanan informasi publik. Hal ini sebagaimana dimandatkan pasal 9 UU 14/2008 tentang KIP serta pasal 11 Peraturan Komisi Informasi Pusat No. 1 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Informasi Publik (SPIP).

Ketersediaan dan aksesbilitas dokumen-dokumen inilah yang selama ini menjadi tantangan bagi publik dalam pengawasan APBD, karena adanya paradigma terutama di kalangan aparat pemerintah atau pejabat publik yang menyatakan bahwa berbagai dokumen berkaitan dengan anggaran tersebut merupakan dokumen yang bersifat rahasia dan tidak dapat diakses oleh publik. Paradigma inilah yang seharusnya dibuang oleh pemerintah daerah, karena transparansi informasi anggaran publik wajib dilakukan oleh pemerintah daerah agar upaya pengawasan APBD oleh publik dapat dilaksanakan dengan terencana, terarah dan efektif.

Publik berhak tahu konsistensi antara perencanaan dan penganggaran daerah dengan realisasi pelaksanaan perencanaan dan penganggaran. Memastikan bahwa alokasi anggaran untuk kepentingan publik sudah dilaksanakan secara efisien dan efektif, dalam hal ini pelaksanaan APBD tersebut tidak terjadi pemborosan, tepat sasaran dan memberikan dampak positif, serta manfaat yang berarti bagi kepentingan publik merupakan suatu hal yang juga penting diketahui publik terkait pengawasan APBD.

Untuk itulah diperlukan keterbukaan pemerintah daerah dalam hal informasi tentang APBD sebagai bagian dari transparansi dan akuntabilitas. Sehingga partisipasi publik dalam proses penyelenggaraan pemerintahan guna mewujudkan pemerintahan yang baik, bersih dan peduli dalam peningkatan kesejahteraan rakyat dapat dilaksanakan dengan baik, serta sesuai dengan hak dan kewajibannya.

Penulis adalah Pemerhati Ekonomi, Sosial dan Politik.

Tulisan ini pernah diterbitkan di Harian Medan Bisnis kolom Wacana, Senin, 30 Desember 2013.