Masyarakat Tanjung Bunga Unjuk Rasa Menolak Desanya Diklaim Kawasan Hutan -->

Masyarakat Tanjung Bunga Unjuk Rasa Menolak Desanya Diklaim Kawasan Hutan

Suriono Brandoi
Selasa, 24 Juli 2018
Pemkab dan DPRD Samosir Janjikan Perda Perlindungan Tanah Ulayat 
Masyarakat Desa Tanjung Bunga saat menyampaikan sikap menolak wilayahnya diklaim sebagai kawasan hutan. 
Samosir(ST)
Pagi itu, suasana sedikit berbeda dari hari biasanya di Kantor DPRD Samosir, Selasa, 24 Juli 2018. Sejak memasuki halaman gedung, terlihat tim gabungan kepolisian Resort Samosir berjaga. Belasan anggota polisi itu berjaga di dekat gerbang.

Mereka sudah mulai berjaga sejak pukul 09.00 wib. Berdasarkan keterangan dari salah satu anggota kepolisian tersebut, penjagaan ini disiapkan menyusul akan dilaksanakannya aksi unjuk rasa masyarakat Desa Tanjung Bunga sehingga perlu untuk meningkatkan pengamanan.

Sementara itu sebagian besar ruangan di Kantor DPRD Samosir tempat unjuk rasa itu akan digelar, masih lengang dan belum menunjukkan aktifitas apapun.
Pada pukul 09.50 Wib masyarakat Desa Tanjung Bunga tiba di Kantor DPRD Samosir, dengan mobil kepolisian di depan massa. Saat mobil tersebut beserta puluhan mobil yang membawa ratusan masyarakat Adat Desa Tanjung Bunga mencapai gerbang, para anggota kepolisian yang berjaga segera menutup pintu gerbang.

Perwakilan massa kemudian menemui pihak kepolisian tersebut dan menjelaskan bahwa massa berkomitmen untuk menjalankan aksi dengan damai dan tertib serta tidak akan ada provokasi.

Ketua DPRD Samosir, Rismawati Simarmata dan wakil ketua DPRD Samosir, Jonner Simbolon beserta beberapa anggota komisi II, yang membidangi yang sudah nampak di lokasi, memperkenan masyarakat untuk menyampaikan orasinya.
Diketahui melalui orasi masyarakat, unjuk rasa ini didasari karena pematokan tapal batas kawasan hutan di sejumlah titik di wilayah Desa Tanjung Bunga, Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir oleh Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara pada awal tahun 2018 lalu.

Menurut kehutanan, pematokan itu berpedoman dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK 579/Menhut-II/2014 tentang Kawasan Hutan di Sumatera Utara yang diklaim seluas 3.055.795 Ha. Dimana dari 70.708,39 Ha wilayah Kabupaten Samosir yang diklaim sebagai kawasan hutan, sepenuhnya wilayah Desa Tanjung Bunga termasuk di dalamnya.

"SK 579 Tahun 2014 tidak pro rakyat. Kami menilai tindakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan ini merupakan pencaplokan sepihak yang mengklaim tanah adat kami, Desa Tanjung Bunga masuk hutan milik negara. Sehingga kami Perkumpulan Masyarakat Adat Desa Tanjung Bunga menyatakan sikap untuk menolak SK Menhut No. 579 tahun 2014," kata perwakilan masyarakat, Bachtiar Uji Simalango.
Setelah rombongan Masyarakat Adat Desa Tanjung Bunga menyampaikan orasinya, sejumlah 15 orang utusan dari 700-an masyarakat Adat Desa Tanjung Bunga sampaikan aspirasi ke DPRD Samosir.

Seyogianya unjuk rasa akan digelar juga ke kantor Bupati Samosir, namun berhubung Bupati Samosir melalui Sekretaris Daerah Kabupaten Samosir, Jabiat Sagala sudah berada di Kantor DPRD Samosir, bersama Asisten I, Mangihut Sinaga dan Asisten II, Saul Situmorang dan Kabag Humas, Siswanto Sinambela sehingga unjuk rasa hanya dilakukan di kantor DPRD Samosir.

Masih dalam suasana rapat, juru bicara perwakilan masyarakat Adat Desa Tanjung Bunga, Bachtiar Uji Simalango menyampaikan maksud dan tujuan aksi damai tersebut.
Berikut pernyataan sikap dan tuntutan Perkumpulan Masyarakat Adat Desa Tanjung Bunga yang disampaikan salah satu tokoh adat desa Tanjung Bunga, Mangapar Nadeak. Yakni, mereka meminta Pemerintah Kabupaten Samosir dan DPRD Samosir agar berdiri bersama rakyat untuk turut berjuang menyelamatkan hak-hak tanah adat Desa Tanjung Bunga.

"Kami meminta Pemerintah Kabupaten Samosir agar sesegera mungkin meneguhkan Desa Tanjung Bunga sebagai tanah adat. Kami juga meminta Pemerintah Kabupaten Samosir bersama DPRD Samosir secepatnya mendesak Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI agar tanah adat kami yang dicaplok sebagai kawasan hutan melalui SK 579/2014 dilepaskan dari kawasan hutan secara utuh dan berkekuatan hukum tetap," kata Mangapar Nadeak.

Selain itu, mereka juga mendesak DPRD Kabupaten Samosir segera membentuk tim penanganan penyelesaian klaim Kemenhut atas sebagian besar tanah masyarakat dan tanah adat sebagai kawasan hutan.
Tuntutan ini disampaikan secara tertulis yang ditandatangani seluruh masyarakat Desa Tanjung Bunga yang turut dalam rombongan aksi damai tersebut dan disampaikan langsung kepada Ketua DPRD Samosir dan Bupati Samosir melalui Sekda.

"Desa Tanjung Bunga bukan hutan. Bahkan kami tidak pernah merambah hutan. Jauh sebelum Indonesia Merdeka, Desa Tanjung Bunga sudah dihuni nenek moyang kami. Bahkan istri Sisingamangaraja yang boru Nadeak adalah putri dari Nagari Kenagarian Pangururan yang dulunya beribu kota Tanjung Bunga. Saya cucu Nagari Kenagarian Pangururan. Saya punya bukti bahwa Oppung saya sudah lama menempati Tanjung Bunga," jelas Mangapar Nadeak.

Sementara itu, Ketua DPRD Samosir, Rismawati Simarmata mengatakan dirinya mewakili seluruh anggota dewan, siap memfasilitasi dan mendukung agar masyarakat Desa Tanjung Bunga mendapatkan hak tanah adatnya.
"Posisi kami sebagai dewan perwakilan rakyat bukan berseberangan dengan rakyat, justru kami akan memfasilitasi masyarakat Desa Tanjung Bunga untuk mendapatkan hak-haknya," pungkas Rismawati kepada perwakilan masyarakat.

Menanggapi beberapa aspirasi masyarakat adat Tanjung Bunga, Bupati Samosir melalui Sekdakab. Samosir Jabiat Sagala mengatakan bahwa hak-hak tanah ulayat masyarakat adat harus dijungjung tinggi dan diperjuangkan. Pemerintah Kabupaten Samosir bersedia untuk memfasilitasi.

"Namun diminta kepada masyarakat agar tidak mempermasalahkan SK 579 / Menhut /2014, yang perlu dilakukan saat ini adalah mencari solusi dan berjuang bersama-sama untuk penyelesaian agar hak ulayat tersebut dapat kembali kepada masyarakat. Banyak pemasalahan yang muncul akibat SK 579/Menhut/2014, bukan hanya di Tanjung Bunga tapi juga di daerah lain di Kabupaten Samosir," kata Jabiat Sagala.
Ditambahkan, Pemkab Samosir akan mengindentifikasi tanah adat/ulayat yang ada secara keseluruhan untuk dibuat Surat Keputusan yang mencakup luas wilayah.

"SK tersebut akan digodok menjadi sebuah Perda yang mengatur pengakuan dan perlindungan tanah adat dan selanjutnya digunakan sebagai bahan untuk memperjuangkan tanah ulayat kepada pemerintah pusat. Pemerintah bersama DPRD pro rakyat, dan pada dasarnya Pemerintah Kabupaten Samosir akan memperjuangkan tanah masyarakat adat, untuk itu mari bekerjasama untuk menempuh mekanisme-mekanisme yang ada sesuai dengan peraturan yang ada," terang Jabiat Sagala.

Hal yang sama juga disampaikan Wakil Ketua DPRD Samosir, Jonner Simbolon. Menurutnya, persoalan SK yang dikeluarkan Kemenhut tahun 2014 lalu dimana untuk Sumatera Utara, dikeluarkan SK 579, saat ini telah menjadi polemik di sejumlah daerah. Sehingga Pemerintah Pusat mengeluarkan TORA sebagai solusi untuk mengeluarkan tanah masyarakat dari klaim kawasan hutan.
Dari penjelasan masyarakat Desa Tanjung Bunga dan bukti-bukti yang ditunjukkan, ia mengatakan bahwa TORA tidak cocok diterapkan untuk Desa Tanjung Bunga karena merupakan daerah ulayat. Selain TORA, Jonner menjelaskan bahwa ada juga jalur lain yang bisa ditempuh untuk melepaskan Desa Tanjung Bunga dari klaim kawasan hutan yakni melalui penerbitan Perda tentang hak Ulayat dan Pemanfaatan Tanah Adat.

"Belajar dari sejumlah daerah salah satunya di Banten, dimana tanah adat dan ulayatnya bisa dikeluarkan tanpa melalui TORA. Ini membuktikan pemerintah pusat telah mengembalikan banyak tanah ulayat dan adat kepada rakyat. Kabupaten Samosir pun tentunya bisa melakukannya. Sehingga kita (DPRD Samosir) bersama Pemkab Samosir akan secepatnya menerbitkan Perda tentang hak Ulayat Desa Tanjung Bunga," kata Jonner Simbolon.

Dengan catatan, lanjut Jonner Simbolon, supaya masyarakat Desa Tanjung Bunga juga agar secepatnya mempersiapkan bukti-bukti sebagai tanah ulayat untuk diperdakan dan dilepaskan dari klaim kawasan hutan.
Ketua Komisi II DPRD Samosir Nasib Simbolon menambahkan Perda Pengakuan dan perlindungan masyarakat adat diharapkan menjadi solusi terakhir jika tanah ulayat masuk dalam SK 579/Menhut/2014.

Menanggapi itu, Perwakilan Masyarakat Desa Tanjung Bunga merasa cukup puas karena aspirasinya didengar dan mengatakan kesiapan untuk melengkapi berkas dan data-data yang dibutuhkan untuk memperda-kan Desa Tanjung Bunga sebagai tanah ulayat.

"Penyampaian aspirasi hari ini berjalan dengan lancar dengan respon yang baik dari Pemkab dan DPRD Samosir. Namun kami tetap meminta agar Pemerintah Kabupaten Samosir dan DPRD Samosir benar-benar serius dan bekerja menepati janjinya untuk membuatkan Perda yang mengatur hak-hak tanah Ulayat dan Adat. Kami akan mempersiapkan data-data yang dibutuhkan juga nantinya kami tagih keseriusan mereka," kata Bachtiar Uji Simalango.
Dengan disepakatinya akan menerbitkan Perda tentang Hak Ulayat dan pemanfaatan Tanah Adat, rapat dengar pendapat dengan masyarakat Desa Tanjung Bunga pun ditutup oleh Ketua DPRD Samosir.

Setelah keluar dari ruang rapat, warga yang menunggu di parkiran sembari sedang makan siang kemudian kembali ditemui oleh Ketua DPRD Samosir untuk menyampaikan apresiasi kepada pengunjuk rasa yang telah menyampaikan aspirasi secara santun tanpa adanya tindakan anarkis dan akan berjuang bersama dengan rakyat.
Massa lalu bergerak kembali ke arah mobil yang membawa mereka untuk pulang. Dan rombongan unjuk rasa masyarakat Desa Tanjung Bunga yang dikawal anggota personil Polres Samosir pun kembali ke desanya dengan aman dan tertib.

SUARA TOBA/SBS.