Perang Saraf Politik -->

Perang Saraf Politik

Suriono Brandoi
Selasa, 05 Februari 2019
Perbedaan Jangan Menjadi Pembeda
Ilustrasi. (Sijai.com).
Suriono Brandoi Siringoringo
Walau memang saat ini bukan musim panas. Namun hawa yang menyengat tubuh sudah lama ada. Karena memang dingin tak akan mungkin meredam panasnya perang saraf dan udara yang melanda perpolitikan negeri ini.

Perang yang tiada peduli siapa korbannya. Mulai politisi, pakar politik, akademisi, wartawan, penulis, rakyat jelata dan banyak lagi hingga anak kecil pun yang tidak mengenal apa itu politik telah jadi korbannya.

Dentuman meriam para partai penggusung masing-masing kandidat memekikkan suasana. Terlihat tank-tank merkava milik mereka tak punya rasa berjalan gagah menubruk semua yang ada di hadapannya, tak peduli apa dan siapa.

Mereka memuntahkan amunisi tajam bernama Black Campaign yanh tentunya melukai dan membunuh demokrasi dan ideologi bangsanya sendiri, Pancasila.

Akh, memang perang ini hanya sekali lima tahun terjadi. Tapi ledakannya mampu memporak porandakan hati dan pikiran rakyat negeri ini. Mampu memecahkan menjadi dua kubu yang saling berperang saraf baik di media sosial dan di dunia nyata.

Parahnya, jika rasa memiliki yang cenderung fanatisme yang tumbuh di masyarakat ini dibiarkan terus-menerus akan menciptakan kondisi primodialisme dan menjadi sensitif disaat ada gesekan dan pergolakan.

Sangat mengerikan bukan, jika hal tersebut terciderai oleh sebuah konflik, tak jarang darah tertumpah dan nyawa melayang. Efek domino juga akan timbul dan menggesek dan mengerakan orang lain, yang acapkali konflik akan semakin membesar.

Perbedaan Jangan Lagi Pembeda
Perbedaan kita hanyalah soal pilihan namun tetap dalam satu ikatan satu nenek moyang. Pancasila telah mempersatukan kita dalam perbedaan warna, untuk saling mengerti dan memahami perbedaan di antara kita. 

Sudah selayaknya jalinan dan untaian cinta tanah air bisa kita terjemahkan dalam wujud saling menghormati dan menghargai satu dengan yang lain. Mampu mengendalikan diri dari setiap gesekan, melihat perbedaan secara bijaksana dan meredam emosi yang ada. Sadar kita dari satu nenek moyang yang artinya satu saudara dengan materi genetik yang identik.

Sehingga perbedaan kini bukan lagi pembeda, tetapi inventaris keanekaragaman yang tinggi dan harta kekayaan yang tak ternilai. Bangga menjadi Indonesia, dari nenek moyang yang sama dengan beragam budaya yang berbeda, artinya peradaban kita jauh lebih bervariatif dan penuh warna.

Berikan senyum untuk Indonesia, dan tunjukan perbedaan adalah perekat yang kuat untuk persatuan Indonesia, dan biarkan pelangi nusantara terus memberikan warna-warna indah. 

Karena kita sebagai bangsa timur yang konon dikenal ramah tamah, jangan sampai dinodai oleh keberingasan dan jiwa bar-bar seolah menjadi nila setetes yang merusak susu se nusantara. 

SUARA TOBA.