![]() |
Ilustrasi. |
Karya: Suriono Brandoi Siringoringo
Seiring dengan kemajuan teknologi hari ini yang sejatinya membukakan pikiran banyak orang akan peluang besar dalam menorehkan berbagai karya luar biasa. Tidak terkecuali dengan dunia tulis-menulis.
Sekarang ini, menulis tidak saja dengan pena, ataupun pensil, namun dengan kemajuan teknologi semua orang semakin mudah untuk menulis.
Menulis di media komputer atau yang lebih akrab yakni alat yang dapat dibawa dengan mudahnya dan sangat memudahkan banyak pekerjaan, seperti laptop atau notebook. Kemudahan yang dihadirkan hari ini sejatinya anda dan saya gunakan untuk menorehkan karya sebanyak-banyaknya.
Menulis, berbicara tentang yang satu ini. Tidak asing lagi bagi kita bukan? Ketika seseorang itu menulis, sesungguhnya ia telah menjadi penulis atas karyanya sendiri. Walaupun ia hanya menulis sekalimat yang panjang atau pendek sekalipun.
Bagi anda dan saya tentunya merasa sepakat akan kalimat sederhana tersebut. Sebab anda dan saya setidaknya mengetahui bahwa hakikat penulis adalah menulis, dan tidak akan ada penulis tanpa ia menulis.
Sehingga tanpa disadari sesungguhnya setiap orang sejatinya sudah pernah menulis, dan seyogianya ditanamkan pada dirinya bahwa diri ini seorang penulis.
Bagi anda dan saya yang kini sudah menorehkan karya di media atau belum, baik itu dalam bentuk buku atau artikel sekalipun, hal itu tidak sedikitpun mengurangi atau meninggalkan nilai urgensi dari hakikat penulis tersebut.
Perkembangan dunia tulis-menulis yang sekarang ini mengalami kemajuan yang sangat drastis, saya sendiri selaku penulis pemula, turut merasakan kemajuan ini.
Contoh paling dekat adalah blog pribadi saya ini. Melalui internet, hampir setiap hari bermunculan nama-nama baru, penulis pemula, dengan warna tulisan dan ragam topiknya masing-masing. Belum lagi yang ada di media-media lain: Koran-koran dan sebagainya.
Namun dibalik nilai positif dari kemajuan itu, dan juga di balik ragam jenis tulisan yang juga dengan topik yang beragam ini, ada satu hal yang kini menjadi kegelisahan.
Selaku penulis pemula, saya gelisah dengan maraknya tulisan-tulisan dari para intelektual yang sifatnya sebatas menyorot. Yang saya maksud dengan intelektual disini adalah para sarjana, aktivis, praktisi ilmu, mahasiswa ataupun penulis.
Tulisan yang sekedar hanya menyorot, tulisan seperti ini menjadi hal yang sia-sia dan miris untuk ukuran kerja intelektual. Karena, apa yang dituliskan si penulis via tulisan, merupakan hal yang sudah terlebih dahulu diketahui oleh masyarakat awam.
Sebagai contoh: tulisan yang sekedar menyoroti korupsi, mafia dan lainnya, tanpa ada inspirasi perubahan, tidak ada pencerahan.
Memang bukan berarti teknik menulis dan hal menyorot merupakan sesuatu yang tak penting. Sangat penting, apalagi kalau dibarengi isi yang mencerahkan. Yang menjadi pertanyaan, seperti apa isi yang mencerahkan tersebut?
Tentunya kita tidak ingin para pembaca buang-buang waktu ketika membaca artikel/tulisan kita. kalau yang pembaca dapatkan ternyata hal yang sudah mereka ketahui, ya wajar-wajar saja kalau pada akhirnya tulisan tak mampu memantik perubahan.
Alangkah baiknya, sorotan yang ada dijadikan para penulis sebagai bahan mentah. Perlu dilakukan pemrosesan lebih lanjut, atas hasil sorotan tersebut.
Perlu dilakukan pembedahan, agar kebenaran-kebenaran yang terpendam bisa tergali, agar sisi-sisi yang tertutupi bisa terlihat, agar kulit bisa terkelupas dan kita memandang inti.
Bahasa indahnya, masalah yang ada perlu dianalisis. Sehingga pola menulis yang dipraktekkan para penulis di blog tidak hanya melihat-menuliskan, melainkan melihat-membedah-menuliskan.
Sehingga tulisan kita yang sekedar menyoroti itu pun tidak jadi sebatas pamer teknik belaka, tetapi ada inspirasi perubahan dan ada pencerahan.
Akhir kata “Jadilah penulis yang menulis tulisan yang mencerahkan, bukan sekadar menyoroti. Kalau menulis hanya untuk menyorot, itu kerjaan reporter, bukan penulis opini”.
SUARA TOBA.