Kalau Berbahaya Kenapa Ditayangkan? -->

Kalau Berbahaya Kenapa Ditayangkan?

Suriono Brandoi
Senin, 08 Oktober 2018
Ilustrasi.
Saat anda mengatakan "ya", terhadap sesuatu, pada sisi lain juga sudah menyatakan "tidak" pada sesuatu itu. 
Samosir(ST)
Anda sering nonton televisi?Jika sering, apa anda pernah menonton acara yang mana adegan berkelahian, pukul memukul, bahkan kata-kata kasar pun berlontaran dalam tayangan yang anda tonton itu.

Dan karena begitu keras dan tegangnya adegan demi adegan yang dipertontonkan, di layar kaca pun muncul sebuah teks yang mengatakan: PERHATIAN ADEGAN TIDAK BOLEH DITIRU.

Teks seperti ini sering juga muncul kalau sedang berlangsung sebuah tayangan langsung yang beradegan ngeri misalnya atau pun acara "beradegan" kejam/sadis, selalu disebutkan melalui teks di layar kaca: Adegan ini berbahaya, jangan ditiru!

Sekilas saya melihat teks diatas, ada sebuah kejanggalan yang membuat saya bingung sendiri membaca teks diatas. Saya bertanya dalam hati koq mesti kali ada teks yang bertuliskan “perhatian adegan tidak boleh ditiru”?

Siapa sebenarnya yang paling utama mengetahui patut atau tidaknya sebuah tayangan itu ditayangkan di televisi sesuai dengan kode etik pers itu sendiri? Bukankah pihak televisi yang memiliki tanggungjawab sosial yang tinggi terhadap penayangan tayangan tersebut?

Lah kalau memang begitu kenapa muncul teks seperti disebut di atas? Apakah pihak televisi masih patut menggulirkan teks seperti disebut di atas.

Sesuai kode etik pers, bukankah pihak televisi itu sendiri tahu apa tugas dan tanggung jawabnya terhadap publik penonton? Kenapa harus menuliskan teks: Perhatian Adegan Ini Tidak Boleh Ditiru?

Bukankah kecenderungan penonton itu memang meniru, apalagi kalau anak-anak? Bukankah seharusnya dari awal pihak pertelevisian tahu meski pun dalam tayangan itu menyatakan bahwa adegan itu tidak boleh ditiru.

Perlu dicermati bahwa penikmat-penikmat televisi bukan hanya sekadar orang dewasa, tetapi juga anak kecil yang senantiasa masih rentan dan gampang menirukan perilaku-perilaku seperti yang mereka lihat dan tonton di televisi.

Coba kita bayangkan ketika perilaku tak mendidik hadir dan menjadi santapan mereka setiap harinya, kita tentu akan tahu sendiri apa yang bakalan terjadi. Perilaku buruk itu akan tertanam secara perlahan-lahan dan akhirnya menjadi kebiasaan buruk yang bisa berakibat fatal kepada orang lain dan masa depannya.

Semua orang tentu tidak menginginkan ini bukan? Kecermatan pihak televisi diuji pada situasi seperti ini. Hendaknya jangan memiliki sikap mendua.

Satu sisi ingin memenuhi ketentuan undang-undang atau peraturan yang berlaku, terutama kode etik, tetapi pada sisi lain sebagai jalan menutupi "pelanggarannya" terhadap ketentuan yang berlaku itu, lalu dilapisi dengan kalimat 'Perhatian Adegan Ini Tidak Boleh Ditiru.'

Padahal sesungguhnya, saat dituliskan teks itu pada satu sisi lainnya juga sudah merupakan (seolah) pernyataan: Maaf, kami sedang tayangkan adegan yang tidak sesuai dengan kode etik pers. Bukankah demikian?.

Ingat apa kata orang bijak. Saat anda mengatakan "ya", terhadap sesuatu, pada sisi lain juga sudah menyatakan "tidak" pada sesuatu itu. Kiranya hal ini menjadi perhatian bersama, terutama pihak berwenang yang terkait dengan penyiaran acara.

Tanpa ada maksud menjustifikasi atau bahkan mendiskreditkan satu pihak, bahwasanya tayangan yang setiap harinya mengisi layar kaca tidak lagi mendidik dan memberi nilai-nilai etika yang patut untuk ditiru. Malah yang ada semakin memilukan dan menjauhkan kita dari norma-norma yang ada.

Dan sebagai penonton sudah sepatutnya kita mengevaluasi dan memilah mana yang layak dan tidak untuk kita konsumsi. Meski informasi yang kita peroleh dari layar kaca merupakan salah satu kebutuhan manusia yang harus dipenuhi, namun bukan berarti kita selalu "meng-iakan" apa yang kita lihat dan idolakan.

Perlu filter yang kuat untuk mampu menyaring mana yang perlu untuk kita jadikan sebagai santapan dan konsumsi yang bermanfaat bagi kebutuhan hati dan nurani kita. (Suriono Brandoi Siringoringo).

SUARA TOBA.