Menghitung Peluang Caleg Dengan Metode Sainte Lague Untuk Pemilu 2019 -->

Menghitung Peluang Caleg Dengan Metode Sainte Lague Untuk Pemilu 2019

Suriono Brandoi
Kamis, 19 Juli 2018

Oleh: Suriono Brandoi Siringoringo, SE

Ada banyak hal yang bisa mengantarkan langkah seorang calon legislatif (caleg) memperoleh kursi di DPR maupun DPRD. Salah satu syarat mutlaknya adalah meraih suara terbanyak dari semua calon di partainya. Tetapi apakah suara terbanyak itu saja cukup?

Pemilu 2019 tentu berbeda dengan Pemilu 2014. Berbagai perubahan mengharuskan caleg beradaptasi dengan berbagai hal dalam menyiapkan strategi pemenangan yang lebih matang. Status partai, kondisi daerah pemilihan, dan peta politik partai, hingga kesiapan administrasi, serta finansial harus benar-benar disiapkan secara matang oleh para caleg yang bertarung demi kursi legislatif.

Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu), yang diparipurnakan pada Jumat, (21/7/2017) silam yang akan membedakan Pemilu 2019 dengan sebelumnya. Metode konvensi suara yang digunakan untuk menentukan caleg terpilih juga berubah. Apabila pada pemilu sebelumnya, KPU menggunakan sistem penghitungan Quote Harre, pada pemilu 2019 KPU akan menggunakan sistem Sainte Lague (Murni).

Sistem Quote Harre seringkali dikenal dengan istilah bilangan pembagi pemilih (BPP). BPP digunakan untuk menetapkan suara sesuai dengan jumlah suara dibagi dengan jumlah kursi yang ada di suatu dapil. Metode ini cenderung merugikan partai besar dikarenakan hak untuk mendapat kursi secara maksimal harus terlempar pada partai bersuara kecil dikarenakan asas pembagian pemilih tersebut.

Sedangkan metode Sainte Lague (Murni), digunakan pada Pemilu 2019 ini, adalah metode penghitungan suara yang menggunakan angka pembagi untuk mengalokasikan kursi yang diperoleh setiap partai politik dalam sebuah dapil. Angka yang digunakan untuk pembagi adalah angka ganjil (1,3,5,7,dst). Jumlah suara yang telah dibagi oleh angka ganjil tersebut akan diperingkatkan dan menentukan siapa saja partai/caleg yang lolos.

Sebagai contoh perolehan suara pada pemilu serentak 2019 untuk memperebutkan 4 kursi yang tersedia. Misalkan dalam Pemilu 2019 perolehan suara :
1. Partai A: 12.000
2. Partai B : 9.000
3. Partai C : 5.000
4. Partai D : 2.500

Hitungan dengan sistem Quote Harre: Misal ditentukan harga 1 kursi, 10.000. Jadi Perolehan Kursi :
1. Partai  A, 1 kursi sisa 2.000
2. Partai B, 0 kursi sisa 9.000
3. Partai C, 0 kursi sisa 2.500
4. Partai D, 0 kursi sisa 1.500

Karena masih ada sisa 3 kursi, otomatis dikasih ke sisa kursi terbanyak yaitu B, C, D. Akhirnya: partai A, 1 kursi, partai B, 1 kursi, partai C, 1 kursi, partai D, 1 kursi. Padahal suaranya beda jauh, Partai A 1, 1/2 kali suara partai B, dan 5 kali suara partai C, dan 8 kali suara partai D. Tentu metode ini kurang adil dirasa partai besar karena perolehan suara beda jauh malah sama sama dapat 1 kursi.

Sementara dengan Sainte Lague (Murni), pembaginya bukan kuota kursi tetapi perolehan suara dibagi 1,3,5,7 untuk urutan masing masing kursi.

Contoh dengan perolehan seperti diatas : Kursi pertama (partai A : 12.000, B: 9.000, C : 2.500, D : 1.500). Jadi: kursi pertama 1 kursi untuk yang tertinggi partai A. Kursi kedua (partai A : 12.000/3 = 4.000, B: 9.000, C: 2.500, D: 1.500) Sehingga partai B, 1 kursi karena tertinggi di kursi ke 2.

Untuk kursi ketiga (partai A : 12.000/3 = 4.000, B: 9.000/3 = 3.000, C: 2.500, D: 1.500) jadi 1 kursi untuk partai A lagi karena punya 4.000 suara untuk kursi yang kedua pada perebutan kursi dapil yang ke 3.

Dan kursi keempat (partai A : 12.000/5 = 2.400, B: 9.000/3 = 3.000, C: 2.500, D: 1.500) jadi 1 kursi untuk partai B lagi karena tertinggi untuk kursi ke 2, yaitu 3.000 untuk kursi dapil yang ke 4.

Total akhir: partai A = 2 kursi, partai B = 2 kursi, partai C = 0 kursi, partai D = 0 kursi.

Terlihat jelas ada perbedaan yang signifikan dari kedua metode ini. Dengan metode tersebut, partai yang perolehan suaranya sedikit tidak memperoleh kursi. Dengan kata lain, penerapan Metode Sainte Lague (Murni) pada penentuan kursi pemilu 2019, partai yang tidak memiliki basis massa, kader yang mumpuni dan figur vote getter, akan habis di dapilnya alias tidak memperoleh kursi meski perolehan suara calegnya unggul dari caleg lain.

Di Kabupaten Samosir sendiri, penerapan Metode Sainte Lague (Murni) nantinya akan begitu terasa. Sebagai contoh perolehan kursi pileg 2014 dapil 1 Kabupaten Samosir yang saat itu masih memperebutkan 12 kursi dan mencakup tiga kecamatan. Kala itu dengan metode Quote Harre, PDIP menjadi partai pemenang yang meraih suara terbanyak. Dengan pembagian kursi dapil I, PDIP 3 kursi, NasDem 2 kursi, Gerindra 2 kursi, Demokrat 1 kursi, Hanura 1 kursi, PAN 1 kursi, Golkar 1 kursi dan PKB 1 kursi. Sedangkan PKPI, PKS, PPP, dan PBB tidak memiliki kursi.

Ketika perolehan kursi 2014 tersebut menggunakan metode Sainte Lague, akan begitu kentara perbedaannya. PDIP akan memperoleh 4 kursi, NasDem 3 kursi, Gerindra 3 kursi. Jika dihitung jumlah kursi dari ketiga partai perolehan suara terbanyak ini, 10 kursi terbagi ketiga partai tersebut. Hanya 2 kursi tersisa yang diperebutkan partai perolehan suara sedikit. Sehingga dengan penerapan metode ini, beberapa partai yang tadinya memiliki kursi di DPRD akan kehilangan kursinya.

Terlebih saat ini telah terjadi pemecahan dapil I yang hanya menyisakan dua kecamatan. Yakni Kecamatan Pangururan dan Ronggurnihuta. Sementara Kecamatan Simanindo menjadi satu dapil dengan Kecamatan Ronggurnihuta. Kursi yang diperebutkan di dapil I otomatis berkurang yang tadinya 12 kursi menjadi 8 kursi. Sudah barang tentu persaingan partai dan caleg untuk meraup suara akan semakin ketat.

Maka bagian penting dari mereka yang ingin menjadi calon legislatif adalah kemampuan untuk melihat partai mana yang berpotensi lolos parliamentary threshold dan tentu memiliki akses finansial yang kuat. Hal ini tentu rasional, sepopuler apapun seorang individu bahkan menjadi pemenang dari caleg di partainya, memiliki kemungkinan gagal melaju menjadi anggota legislatif ketika salah memilih partai yang tidak memiliki banyak figur-figur pendongkrak suara dan tidak memiliki basis massa.

SUARA TOBA/SBS.