Badut-Badut Negeri -->

Badut-Badut Negeri

Suriono Brandoi
Kamis, 20 September 2018
Ilustrasi.
Oleh: Suriono Brandoi Siringoringo, SE.
Bagai kerbau dicocok hidungnya, badut-badut negeri pun membalut wajahnya dengan topeng, tampil memukau dalam talk show televisi negeri.

Menebar sejuta pesona, sisipkan berjuta jerat, seakan membenarkannya. Membuat anak-anak negeri mabuk dan luruh dalam gengaman.

Para badut-badut negeri mengkalkulasikan ajal dengan berjudi pada indahnya tahta dunia, alpa merayu doa.

Mewarnai hidup dengan keserakahan dan kezoliman. Saat Anak-anak negeri mulai tersadar asa telah tergadai dan jiwa diternakan, menangisi rejeki yg mati, memanen janji kosong badut-badut yg telah menjadi parasit dalam hidup.

Anak-anak negeri pun mulai berteriak diatas panggung-panggung orasi tanpa kesepakatan. Namun tak mampu memasuki benteng istana kebobrokan dan memerangi kebatilan.

Sebab anak-anak negeri telah dikondisikan seperti lidi sapu yang berdiri sendiri yang mudah dipatahkan agar tak ada yang berani mencegat ideologi busuk para badut-badut, mengencingi buku-buku program dan menghunuskan belati ke dada kotor para badut-badut.

Lalu apa artinya berseni jika hanya mengorek luka dan hadirkan suka. Apa artinya suka bila ketidakadilan dan diskriminasi merajalela.

Apa artinya beragama bila teror menguliti cinta dan damai. Ketentraman sulit didapat bahkan yg paling hakiki pun dipertaruhkan atas nama pembenaran diri yang terus mengila.

Apa artinya berbudaya bila kita selalu saja bicara tentang keramahan dengan kemarahan. Apa artinya bernegara bila tak ada lagi tempat mengadu selain Tuhan.

Apa artinya harapan bila tipu daya telah menjadi seni kehidupan?. Sebab setiap sudut negeri telah tertanam keserakahan, negeri yang kehilangan senyumnya. 

SUARA TOBA.