Komentar |
| Ilustrasi. |
Aku mulai lelah menghitung mundur jalan pikiranku sendiri yang bercerita tentang kegagalan dan keputusasaan. Berkisah tentang sebuah kebimbangan melangkahkan kaki ke pintu masa depan.
Aku mulai muak melelehkan dosa yang tak tertakar di perapian doa. Berujung pada kedua mata silau melihat jejak-jejak yang goyah dipasung cakrawala purba.
Kini, hanya ada suara lirih dipagut malam. Merintih agar tanya tersampaikan pada sepuluh kelelawar yang terbang dengan bilur luka yang meliang.
Akh, aku ingin merasakan keindahan. Ya, keindahan itu selamanya. Tapi, ya sudahlah. Karena bisa jadi semesta dengan seluruh penghuninya yang ku kenal ini hanya mimpiku saja.
Lalu begitu aku bangun, tidak ada perang, tidak ada tangisan dan bahkan agama, bangsa dan benua bisa jadi istilah baru ketika aku bangun nanti, suatu hari yang rasanya dekat sekali.
SUARA TOBA.
Kini, hanya ada suara lirih dipagut malam. Merintih agar tanya tersampaikan pada sepuluh kelelawar yang terbang dengan bilur luka yang meliang.
Akh, aku ingin merasakan keindahan. Ya, keindahan itu selamanya. Tapi, ya sudahlah. Karena bisa jadi semesta dengan seluruh penghuninya yang ku kenal ini hanya mimpiku saja.
Lalu begitu aku bangun, tidak ada perang, tidak ada tangisan dan bahkan agama, bangsa dan benua bisa jadi istilah baru ketika aku bangun nanti, suatu hari yang rasanya dekat sekali.
SUARA TOBA.
